Berdiri : 10 Februari 1965
Dasar Hukum : UU no.1/1961
Ibukota : Jakarta
Penduduk : Sensus 2000 : 8.384.853 Jiwa
Warga Asing : 50.000 Jiwa
Suku & Marga : Betawi, China, Arab, Tugu, Depok dll.
Dasar Hukum : UU no.1/1961
Ibukota : Jakarta
Penduduk : Sensus 2000 : 8.384.853 Jiwa
Warga Asing : 50.000 Jiwa
Suku & Marga : Betawi, China, Arab, Tugu, Depok dll.
ARTI LAMBANG :
Berbentuk persegi lima. dalam perisai terlukis pintu gerbang, ditengah-tengahnya berdiri Monumen Nasional yang dilingkari padi dan kapas. Dibawah nampak ombak laut, sekaligus melambangkan letak geografisnya sebagai kota pelabuhan. Monumen Nasional merupakan ciri utama ibukota Jakarta, padi dan kapas adalah pelambang usaha menyeluruh untuk mencukupi sandang dan pangan. Diatas pintu gerbang tertulis kata Jaya Raya suatu slogan glora semangat segala kegiatan Jakarta sebagai ibukota dan kota Perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berbentuk persegi lima. dalam perisai terlukis pintu gerbang, ditengah-tengahnya berdiri Monumen Nasional yang dilingkari padi dan kapas. Dibawah nampak ombak laut, sekaligus melambangkan letak geografisnya sebagai kota pelabuhan. Monumen Nasional merupakan ciri utama ibukota Jakarta, padi dan kapas adalah pelambang usaha menyeluruh untuk mencukupi sandang dan pangan. Diatas pintu gerbang tertulis kata Jaya Raya suatu slogan glora semangat segala kegiatan Jakarta sebagai ibukota dan kota Perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nama Jakarta dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta. Nama ini diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fatahillah, setelah merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari Kerajaan Sunda pada tanggal 22 juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuataan atau usaha" dari bahasa Sansekerta Jayakarta.
SEJARAH
Sunda Kelapa (397-1527)
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kelapa,berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibukota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kelapa selama dua hari perjalanan. Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut Kelapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan ibukota Tarumanegara yang disebut Sundapura.
Jayakarta (1527-1619)
Orang Eropa yang datang ke Jakarta adalah orang Portugi. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabaikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah. Namun, sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membumihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk sahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi jakarta tanggal 22 Juni adalah berdasarkan tragedi penaklukan pelabuhan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada tahun 1527 dan mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kemenangan".
Batavia (1619-1942)
Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad je-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menaklukan Jayakarta dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisai Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Republik Rakyat Cina, dan pesisir Malabar, India. Mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi.
Djakarta (1942-1972)
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Jakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Semenjak dinyatakan sebagai ibukota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru, kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Rawamangun, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dilakukan secara mandiri oleh berbagai kementrian dan institusi milik negara lainnya, seperti Perum Prumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, atara lain, Gelora Bung Karno, Mesjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota menggantikan Poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangun Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah dicoba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
KEBUDAYAAN
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugal.
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain.
Demikian tentang sejarah dan kebudayaan DKI Jakarta. Mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan pembaca.
0 komentar:
Posting Komentar